Belajar
Menulis Gelombang 9
Pertemuan
ke-18
Hari
/ Tanggal: Senin, 4 Mei 2020
Waktu: Pukul 13.00 – 15.00
WIB
Pemateri: Ukim Komarudin
Topik: Pengalaman
Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor
Peresume: Winarti, S. Pd.
KISAH
SEORANG PENULIS YANG MEMPUNYAI DAYA JANGKAU DAKWAH LEBIH LUAS
Ada kehebatan dari seorang penulis. Kehebatan itu
jelas ekspresinya. Tulisannya juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas
dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal
jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan
menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.
Pak Ukim Komarudin berpikir, bahwa menulis merupakan ekspresi pribadinya. Oleh
karena itu, Beliau merasa sangat penting agar dirinya memiliki tempat
mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. Lalu Beliau menemukan
menulis adalah sarana yang tepat buatnya. Beliau tak pernah merasa khawatir,
terkait dengan kualitas tulisannya.
Beliau juga tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di
masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Beliau merasa menemukan
lebih tentang dirinya dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga
jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah Beliau
menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya. Selain menulis apa adanya,
Beliau pun menulis apa saja. Karena Beliau seorang guru, menulisnya terkait
pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus
dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi dengan menulis.Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai
dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua
teman berkomentar bahwa tulisannya
bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisannya dapat membuat pembaca larut dalam cerita.
Ada juga yang mengatakan bahwa bahasanya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisannya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb. Karena komentar tersebut, maka Beliau pun mencoba membukukan tulisan-tulisannya yang selama ini merekam semua kejadian karena Beliau memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang dituliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka pak Ukim menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat baginya , dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Ada juga yang mengatakan bahwa bahasanya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisannya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb. Karena komentar tersebut, maka Beliau pun mencoba membukukan tulisan-tulisannya yang selama ini merekam semua kejadian karena Beliau memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang dituliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka pak Ukim menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat baginya , dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).

Demikianlah waktu itu, Beliau yang kebetulan menjadi
penanggung jawab penerbitan buku di sekolah. Beliau menyisipkan karya pribadi,
selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya menyusun buku mata
pelajaran.
Pak Ukim diinterview terkait dua bagian buku.
Pak Ukim diinterview terkait dua bagian buku.
- Pertama,
buku bersama yakni buku mata pelajaran.
Kriteria
buku pelajaran yang layak diterbitkan adalah:
(1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru;
(2) lebih lengkap;
(3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa;
(4) Naskah renyah (enak dibaca); dan diutakan dari hasil penelitian
lembaga-lembaga pendidikan terbaik.
- Kedua, buku pribadinya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah Beliau banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.
Dalam kesempatan interview itulah Beliau banyak
mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.
Dari interview itu Pak Ukim banyak mendapatkan
pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak terpikirkan.
1. Pelajaran
atau informasi itu awalnya, membuat Beliau tidak nyaman karena menabrak prinsip
menulisnya .
2. Umpamanya,
"Apakah ketika menulis
buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di
pasaran?"
3. Kalau sudah ada,
apakah bukunya mempunya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan
membeli bukunya? Untuk kepentingan pasar,
4. "Apakah pak Ukim bersedia apabila
beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst.
5. Terus terang, Beliau merasa
kurang nyaman dengan interview itu.
6. Beliau merasa diam-diam mulai "dipenjara".
Inikan ekspresi pribadiku , mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang
sangat privasi?
Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari
interview. Jujur, ada jarak agak lama berselang setelah kejadian itu. Beliau
menganggap perlu waktu untuk menjernihkan pikiran. Untunglah manusia itu punya
sahabat. Pak Ukim menceritakan permasalahan yang dirasakan kepada teman yang sudah menjadi penulis
"beneran". Hebatnya, temannya menceritakan bahwa pengalaman yang pak
Ukim dapatkan itu baik dan mestinya
disyukuri. Ia kemudian menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim
agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Ia menyudutkan pak Ukim dengan
mengatakan bahwa sikapnya menyebabkan
tulisannya hanya untuk sendiri, kalau
pun nanti ada yang membaca itu hanya segelintir orang saja. Itu berarti, pak
Ukim minimal dalam memberi manfaat buat orang lain atau istilah lainnya egois.
Pak Ukim tersadar telah mendapatkan ilmu pengetahuan
lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karyanya dapat dinikmati orang banyak. Temennya menjelaskan bahwa yang telah menginterview
itu mungkin editor, sebab beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak
diterbitkan atau sebaliknya. Menurut temannya
itu, naskahnya sepertinya punya
potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya
pak Ukim memang harus dipoles di sana sini.
Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka
proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar
sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas,
semuanya merupakan tim. Kasarnya,
semuanya akan menyukseskannya, begitu temannya meyakinkannya.
Tugas Editor:
• Mencari & menyeleksi naskah/penulis.
• Mengawal naskah mentah hingga menjadi buku.
• Melengkapi data administrasi penerbitan naskah.
• Mencari gambar untuk melengkapi isi buku jika
diperlukan.
• Mengoordinasikan kebutuhan ilustrasi dan foto kepada
desainer dan ilustrator.
• Bekerja sama dengan layouter untuk rancangan tata
letak dan perubahan konten seiring koreksi.
•
Membantu
proses promosi buku.
Oleh-oleh itulah yang menyebabkan pak Ukim
menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang
buku mata pelajaran yang ditulis bersama, Beliau mengkhususkan pikiran ke buku
"Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan
bahwa semua hal menyangkut bukunya, selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya
akan terjadi jika pak Ukim setuju.
Demikianlah pak Ukim menjelani proses, hingga
akhirnya ada proses sebelum naik cetak,
yang sangat penting dalam proses kreatif, yakni:
1. menerima dami atau calon buku yang sama persis jika
akhirnya bisa dicetak.
2. Beliau gembira sekali menerima buku dami itu.
3. Terus terang saking gembiranya, pak Ukim
menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak akan diterima.
Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang pak Ukim menulis bukan
untuk hal tersebut.
4. Akhirnya, pak Ukim mendapat konfirmasi ketika dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan
terbitnya bukunya.
- Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau
tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual
belikan.
- Kedua,
pak Ukim diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun
yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat bukunya laku. Saat itu Beliau merasa sangat bodoh dan
kurang dapat memberikan masukan yang berarti.
- Ketiga,
saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada
penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian Beliau baru akan
mendapat royaltinya. Untuk hal tersebut juga Beliau tidak pandai memberi
masukan.
5. Peran pak Ukim sebagai penulis kemudian adalah
mengusahakan bukunya dapat dinikmati
orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang.
kebetulan Beliau pembicara, sehingga berupaya menjual buku-bukunya pada kesempatan bicara tersebut.
Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali,
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku,
"Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit.
Mengapa
suatu naskah ditolak?
- Kurang nilai ekonomisnya
- Materi/Judul tidak sesuai dengan fokus bisnis Penerbit
- Sudah ada buku sejenis di Penerbit
- Penulis tampak kurang menguasai materi
- Penulis tampak tidak mampu menuangkan idenya dengan baik, sekalipun penulis menguasai materi.
- Penuhnya kapasitas produksi Penerbit (masuk dalam penundaan terbit).
Jika penulis menginginkan tulisannya diterbitkan oleh
penerbit maka harus memperhatikan syarat-syarat tulisan atau naskah yang baik.
Dengan diterbitkannya sebuah tulisan menjadi buku maka isinya dapat diambil
manfaatnya tidak hanya oleh penulis itu sendiri tetapi bermanfaat juga buat
orang banyak.
Adapun kriteria naskah yang baik:
•
Naskah harus merupakan karya asli
•
Belum pernah dipublikasikan penerbit
lain
•
Memiliki jalan cerita yang menarik
•
Naskah ditulis dengan rapi (logis
dan sistematis)
•
Memiliki peluang pasar yang baik
•
Tidak menimbulkan kontroversi,
terutama berhubungan dengan moral dan agama
•
Tidak merupakan karya plagiat
•
Lengkapi dengan sinopsis
•
Sertakan kelebihan dan kekurangan
naskah yang Anda miliki dibandingkan dengan buku-buku bertema serupa yang sudah
beredar di pasar.
Menulislah terus, jangan takut tulisnya jelek,
karena
tulisan yang baik adalah tulisan yang sudah selesai penyampaian ide dan isinya.
Tulisan tanpa ide maka tulisan tidak memiliki tujuan
Kesimpulan:
- Biasakan menulis setiap hari, apa saja yang kalian ingin tulis demi untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan ya g sangat bermanfaat bagi diri sendiri dan semoga bermanfaat juga buat orang lain.
- Menulis itu bisa dijadikan sebagai sarana dakwah yang memiliki daya jangkau lebih luas dalam menebar kebaikan.
- Menulislah setiap hari karena Anda akan menemukan kebahagiaan dan berusaha untuk menebarkan kebaikkan sepanjang masa.
Mari belajar menulis bersama pak ukim komarudin.
ReplyDeleteIsya Allah siap Om Jay
Delete